Jumat, 28 Januari 2011

ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara)






Kualitas udara disampaikan ke masyarakat dalam bentuk indeks standar pencemar udara atau disingkat ISPU. ISPU adalah laporan kualitas udara kepada masyarakat untuk menerangkan seberapa bersih atau tercemarnya kualitas udara kita dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan kita setelah menghirup udara tersebut selama beberapa jam atau hari. Penetapan ISPU ini mempertimbangkan tingkat mutu udara terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, bangunan, dan nilai estetika. Berdasarkan Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor KEP-107/Kabapedal/11/1997, penyampaian ISPU kepada masyarakat dapat dilakukan melalui media massa dan elektronika serta papan peraga di tempat-tempat umum.
ISPU ditetapkan berdasarkan 5 pencemar utama, yaitu: CO, SO2, NO2, Ozon permukaan (O3), dan partikel debu (PM10).
a.      PM 10
PM merupakan kependekan dari particulate matter atau partikulat. Partikulat merupakan zat pencemar padat maupun cair yang terdispersi di udara. Partikulat ini dapat berupa debu, abu, jelaga, asap, uap, kabut, atau aerosol. Jenis-jenis partikulat dibedakan berdasarkan ukurannya. Partikel yang sangat kecil dapat bergabung satu sama lain membentuk partikel yang lebih besar.
Partikulat dalam emisi gas buang dapat terdiri atas bermacam-macam komponen. Beberapa unsur kandungan partikulat adalah karbon (dari pembakaran tidak sempurna) dan logam timbel (dari pembakaran bensin bertimbel). Sebagian partikulat keluar dari cerobong pabrik sebagai asap hitam tebal. Tetapi, yang paling berbahaya adalah butiran-butiran halus sehingga dapat menembus bagian terdalam paru-paru. Jika ini yang terjadi, organ pernapasan akan terganggu. Standar baku mutu yang diperbolehkan adalah 150 ug/Nm3
b.      SO2
SO2 merupakan rumus kimia untuk gas sulfur dioksida. Gas ini berasal dari hasil pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur. Selain dari bahan bakar, sulfur juga terkandung dalam pelumas. Gas sulfur dioksida sukar dideteksi karena merupakan gas tidak berwarna. Sulfur dioksida dapat menyebabkan gangguan pernapasan, pencernaan, sakit kepala, sakit dada, dan saraf. Pada kadar di bawah batas ambang, dapat menyebabkan kematian. Korban sulfur dioksida bukan hanya manusia, tetapi juga bangunan dan tumbuhan. Keberadaan gas ini di udara dapat menimbulkan hujan asam yang merusakkan bahan bangunan dan menghambat pertumbuhan tanaman. Standara baku mutu yang diperbolehkan adalah 365 ug/Nm3
c.      CO
CO merupakan rumus kimia untuk gas karbon monoksida. Gas ini dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna. Pembakaran tidak sempurna, salah satu sebabnya adalah kurangnya jumlah oksigen. Bisa karena saring udara yang tersumbat, bisa juga karena karburator kotor dan setelannya tidak tepat. Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbon monoksida di berbagai perkotaan. Data mengungkapkan bahwa 60 persen pencemaran udara di kota-kota besar disumbang oleh transportasi umum. Karbon monoksida bersifat racun, mengakibatkan turunnya berat janin, meningkatkan jumlah kematian bayi, serta menimbulkan kerusakan otak. Standar baku mutu yang diperbolehkan adalah 10.000 ug/Nm3.
d.      O3
O3 merupakan lambang dari ozon. Senyawa kimia ini tersusun atas tiga atom oksigen. Ozon merupakan gas yang sangat beracun dan berbau sangit. Ozon terbentuk ketika percikan listrik melintas dalam oksigen. Adanya ozon dapat dideteksi melalui bau (aroma) yang ditimbulkan oleh mesin-mesin bertenaga listrik. Secara kimiawi, ozon lebih aktif ketimbang oksigen biasa dan juga merupakan zat pengoksidasi yang lebih baik.
Biasanya, ozon digunakan dalam proses pemurnian (purifikasi) air, sterilisasi udara, dan pemutihan jenis makanan tertentu. Di atmosfer, terjadinya ozon berasal dari nitrogen oksida dan gas organik yang dihasilkan oleh emisi kendaraan maupun industri. Di samping dapat menimbulkan kerusakan serius pada tanaman, ozon berbahaya bagi kesehatan, terutama penyakit pernafasan seperti bronkitis maupun asma. Standar baku mutu yang diperbolehkan adalah 235 ug/Nm3 pada pengukuran selama 1 jam
e.      NO2
NO2 singkatan dari nitrogen dioksida. Zat nitrogen dioksida sangat beracun sehingga dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan saluran pernapasan serta menimbulkan kerusakan paru-paru. Gas ini terbentuk dari hasil pembakaran tidak sempurna. Setelah bereaksi di atmosfer, zat ini membentuk partikel-partikel nitrat sangat halus sehingga dapat menembus bagian terdalam paru-paru. Partikel-partikel nitrat ini pula, jika bergabung dengan air baik air di paru-paru atau uap air di awan akan membentuk asam. Asam ini dapat merusakan tembok bangunan dan menghambat pertumbuhan tanaman. Jika bereaksi dengan sisa hidrokarbon yang tidak terbakar, akan membentuk smog atau kabut berwarna cokelat kemerahan. Standar baku mutu yang diperbolehkan adalah 150 ug/Nm3.

Agar lebih mudah dipahami ISPU dapat dibayangkan seperti penggaris angka 1 hingga 1000. Semakin tinggi nilai ISPU maka semakin tinggi tingkat pencemaran dan semakin berbahaya dampaknya terhadap kesehatan. Sebagai contoh, ISPU 30 menunjukkan kualitas udara baik dan tidak ada dampak yang berbahaya terhadap kesehatan.
Ketika kondisi ISPU di bawah 100 dipandang tidak berbahaya terhadap masyarakat secara umum. Namun ketika ISPU beranjak melebihi 100 maka pertama-tama kelompok masyarakat yang sensitif seperti penderita asma dan anak-anak serta orang dewasa yang aktif di luar ruangan, akan paling awal merasakan dampak kualitas udara yang tidak sehat. Sejalan dengan meningkatnya ISPU maka akan semakin banyak yang merasakan dampak, hingga akhirnya seluruh masyarakat akan menderita karena dampak kesehatan yang terjadi.

Jumat, 14 Januari 2011

Minggu, 09 Januari 2011

HIMPUNAN TEKNIK LINGKUNGAN (HMTL) UNDIP 2009-2010

Analisa Dampak Lingkungan

MANAJEMEN STUDI AMDAL
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan): ”…kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup; dibuat pada tahap perencanaan…”.
Pada pelaksanaan studi AMDAL terdapat beberapa komponen dan parameter lingkungan yang harus dijadikan sebagai sasaran studi, antara lain :
  1. Komponen Geo-Fisik-Kimia antara lain : iklim dan kualitas udara, fisiografi, geologi, ruang, lahan dan tanah, kualitas air permukaan.
  2. Komponen Biotis antara lain : flora, fauna, biota sungai, biota air laut.
  3. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya antara lain : sosial ekonomi, sosial budaya.
  4. Komponen Kesehatan Masyarakat antara lain : sanitasi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Tujuan dilaksanakannya Studi AMDAL
  1. Mengidentifikasikan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan terutama yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
  2. Mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting.
  3. Memprakirakan dan mengevaluasi rencana usahan dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
  4. Merumuskan RKL dan RPL.
Kegunaan dilaksanakannya Studi AMDAL
Bagi Pemerintah :
  1. Membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan pengelolaan lingkungan dalam hal pengendalian dampak negatif dan mengembangkan dampak positif yang meliputi aspek biofisik, sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat.
  2. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam tahap perencanaan rinci pada suatu kegiatan Pembangunan.
  3. Sebagai pedoman dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada suatu kegiatan Pembangunan.
Bagi Pemrakarsa :
  1. Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul di masa yang akan datang dan cara-cara pencegahan serta penanggulangan sebagai akibat adanya kegiatan suatu pembangunan.
  2. Sebagai pedoman untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
  3. Sebagai bahan penguji secara komprehensif dari kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk kemudian mengetahui kekurangannya.
Bagi Masyarakat
  1. Mengurangi kekhawatiran tentang perubahan yang akan terjadi atas rencana kegiatan suatu pembangunan.
  2. Memberikan informasi mengenai kegiatan Pembangunan Industri , sehingga dapat mempersiapkan dan menyesuaikan diri agar dapat terlibat dalam kegiatan tersebut.
  3. Memberi informasi tentang perubahan yang akan terjadi, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dampak positif dan menghindarkan dampak negatif.
  4. Sebagai bahan pertimbangan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan.
METODE PENGUMPULAN DATA
1. Pengumpulan Data Geofisik-Kimia pada Study AMDAL
Pada study AMDAL, pengumpulan dan analisis data terhadap parameter-parameter dari berbagai komponen lingkungan dilakukan untuk :
  1. Menelaah, mengamati, dan mengukur rona lingkungan awal yang diprakirakan akan terkena dampak besar dan penting dari kegiatan pembangunan/Industri.
  2. Menelaah, mengamati, dan mengukur komponen rencana kegiatan yang diprakirakan akan terkena dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Komponen lingkungan yang ditelaah adalah : Angin (arah dan kecepatan), – Curah Hujan, Kualitas udara ambien, serta Kebisingan.
Metode Pengumpulan Data
Penentuan titik/lokasi pengambilan sampel didasarkan atas data sekunder arah dan kecepatan angin yang dihubungkan dengan tapak rencana kegiatan baik rencana lokasi penambangan, jalur pengangkutan, penimbunan dan pengapalan. Data kualitas udara dan kebisingan merupakan data primer yang akan dikumpulkan langsung di lapangan, sedangkan data iklim merupakan data sekunder selama 5 tahun terakhir (time series), yang akan dikumpulkan dari stasiun meteorologi terdekat.
Parameter yang akan dikumpulkan untuk kualitas udara ambien, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, terutama yang akan terkena dampak. Parameter tersebut meliputi SO2, CO, NO2, Pb, PM10, dan TSP. Lokasi pengumpulan data akan berada dalam wilayah studi seperti tercantum pada gambar Rencana Lokasi Pengambilan Sampel.
Parameter yang akan dikumpulkan untuk kebisingan, diukur secara langsung di lapangan dengan menggunakansound level meter dibandingkan dengan Kep. Men.LH No.48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Lokasi pengumpulan data sama dengan lokasi pengumpulan data udara ambien.
Metode Analisis Data
  1. Analisis data kualitas udara rona lingkungan awal akan dilakukan dengan membandingkan dengan Kep. Men.LH No. 45 tahun 1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dan KepKa Bapedal 107/1997. Metode ini akan membagi kualitas udara menjadi 5 skala kualitas lingkungan udara ambien.
  2. Analisis data kebisingan rona lingkungan awal akan dilakukan dengan mengacu pada Kep. Men. LH No. 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Metode ini akan mendapatkan Leq (tingkat kebisingan sinambung setara), LTM5 (Leq dengan selang waktu 5 detik), Ls (Leq selama siang hari), Lm (Leq selama malam hari), Lsm (Leq selama siang dan malam).
2. Fisiografi/ Geomorfologi
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data komponen fisiografi dan geologi perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi fisiografi dan geologi tapak proyek dan sekitarnya, sehingga dampak yang akan ditimbulkan oleh rencana penambangan dapat diprakirakan. Topografi dan bentang lahan diobservasi dari foto udara dan pengamatan langsung ke lapangan.
Metoda Analisis Data
Analisis tiap parameter dilakukan dengan metode profesional judgement. Analisis data geologi dari suatu rencana kegiatan didapat dari data sekunder.
3. Hidrologi
Metoda Pengumpulan Data
Lingkup studi komponen lingkungan hidrologi : Air Permukaan, diukur menggunakan air limpasan (surface run off), dengan menilai kualitas air sungai (fisik, kimia, dan mikrobiologi). Sedangkan parameter lain adalah Air Tanah, dengan mengukur kuantitas air tanah (sumur penduduk & mata air). Selain parameter tersebut juga digunakan parameter Erosi dan Sedimentasi.
Metoda Analisis Data
Parameter yang telah diukur/ diamati kemudian dianalisis dengan metode Persamaan matematik dari metoda studi hidrologi menggunakan rumus USLE (Erosi) dan rumus Rational Method (run

Sabtu, 08 Januari 2011

Teknologi Pengolahan Limbah B3


sumber:Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicityflammabilityreactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
  • Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap
  • Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
  • Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut
  • Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.
Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu total solids residue (TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile solids (VR), kadar air (sludge moisture content), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta sifat kimia dan kandungan senyawa kimia).
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut untuk daftar lengkap yang juga mencakup peraturan resmi dari Pemerintah Indonesia.
Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya dapat dilaksanakan di dalam unit kegiatan industri (on-site treatment) maupun oleh pihak ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan limbah industri. Apabila pengolahan dilaksanakan secara on-site treatment, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
  • jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar teknologi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi terhadap jenis limbah di masa mendatang juga perlu dipertimbangkan
  • jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat menjustifikasi biaya yang akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan pula berapa jumlah limbah dalam waktu mendatang (1 hingga 2 tahun ke depan)
  • pengolahan on-site memerlukan tenaga tetap (in-house staff) yang menangani proses pengolahan sehingga perlu dipertimbangkan manajemen sumber daya manusianya
  • peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan Pemerintah di masa mendatang agar teknologi yang dipilih tetap dapat memenuhi standar

Teknologi Pengolahan

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioningsolidification/Stabilization, dan incineration.
  1. Chemical Conditioning
    Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. TUjuan utama darichemical conditioning ialah:
    • menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
    • mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
    • mendestruksi organisme patogen
    • memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
    • mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
    Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
    1. Concentration thickening
      Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialahgravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
    2. Treatment, stabilization, and conditioning
      Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialahlagooninganaerobic digestionaerobic digestionheat treatmentpolyelectrolite flocculation,chemical conditioning, dan elutriation.
    3. De-watering and drying
      De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bedfilter press,centrifugevacuum filter, dan belt press.
    4. Disposal
      Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysiswet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfillcrop land, atau injection well.
  2. Solidification/Stabilization
    Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
    1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar
    2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
    3. Precipitation
    4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
    5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat
    6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
    Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, danplant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
  3. Incineration
    Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil